survei topografi triangulasi

Survei Topografi Triangulasi, Metode Konvensional yang Adaptif

Ada beberapa macam metode survei topografi, salah satu metode survei topografi konvensional adalah triangulasi. Metode ini masih banyak digunakan karena sifatnya yang adaptif terhadap teknologi baru serta memiliki beberapa keunggulan. Untuk mengetahui selengkapnya mengenai metode triangulasi, simak artikel berikut ini!

A.   Apa Itu Survei Topografi Triangulasi?

Triangulasi adalah metode survei yang berfungsi untuk mengukur jarak dan posisi di permukaan bumi dengan memanfaatkan sudut yang terbentuk oleh jaringan segitiga. Metode ini biasanya berguna untuk medan yang minim akses atau saat survei lintas danau dan sungai. Dalam penghitungannya, metode ini menggunakan trigonometri untuk mengetahui jarak dan posisi dengan menggunakan panjang sisi dan sudut-sudut dalam segitiga. Idealnya, segitiga dalam triangulasi memiliki sudut sekitar 45 derajat. Hal ini karena segitiga yang panjang dan tipis akan rentan mengalami ketidakakuratan.

Cara melakukan survei ini adalah dengan mengukur sudut antara titik-titik yang terpisah beberapa kilometer, yang akan berguna untuk menghitung jarak dan posisi titik lainnya. Langkah awal dilakukan dengan mengukur garis dasar sebagai jarak pertama dan akan berguna untuk menghitung jarak lainnya. Sebelum tahun 1950-an, pengukuran garis dasar ini dilakukan dengan menggunakan batang pengukur yang memiliki ukuran panjang. Lalu, untuk pengukuran sudut menggunakan instrumen teodolit. Teodolit memungkinkan pengukuran sudut horizontal dan vertikal secara akurat untuk memperhitungkan lengkung bumi pada jarak antar titik survei yang cukup jauh. Setelah berhasil menentukan posisi titik pertama, maka akan dibentuk segitiga-segitiga baru untuk menghitung posisi titik berikutnya.

Sampai saat ini, metode triangulasi masih menjadi survei geodetik tradisional yang penting karena terbilang akurat untuk mengukur jarak dan posisi di area yang luas. Selain itu, metode triangulasi juga adaptif dan cocok untuk digunakan bersamaan dengan teknologi baru. Namun, kini metode ini mulai tergantikan oleh teknologi survei modern, seperti GNSS dan EDM.

Baca Juga: 7 Alat Topografi yang Penting Anda Ketahui

B.   Mengapa Survei Topografi Triangulasi Penting?

Walaupun survei konvensional seperti triangulasi sudah mulai jarang digunakan, tetapi metode ini masih dapat digunakan di lokasi-lokasi dengan kepadatan penduduk tertentu dan di saat teknologi satelit tidak ada. Oleh karena itu, berikut beberapa alasan mengapa masih perlu melakukan survei triangulasi:

1. Memberikan Hasil Pengukuran yang Akurat

Dengan menggunakan rumus trigonometri, maka metode ini dapat mengukur jarak dari titik sudut segitiga yang diproyeksikan dan menghitung sisi-sisinya. Karena itulah metode ini cocok untuk area yang luas, pertanian, maupun perencanaan tata kota yang memerlukan data akurat.

2. Dapat Menetapkan Titik Kontrol

Triangulasi memungkinkan untuk menetapkan titik kontrol geodetik yang akan menjadi referensi untuk menghubungkannya dengan pekerjaan sebelumnya.

3. Mencakup Wilayah yang Luas

Pada area yang luas dengan teknologi yang belum memadai dapat menggunakan metode ini.

4. Menjadi Dasar dalam Sistem Navigasi

Di era dengan teknologi menggunakan GPS seperti sekarang ini, kenyataannya metode ini masih digunakan untuk kalibrasi dan verifikasi dalam pengembangan sistem navigasi darat dan laut.

5. Mudah Beradaptasi dengan Teknologi Baru

Triangulasi mudah beradaptasi dan terhubungan dengan teknologi baru seperti GPS, drone, dan GIS, sehingga meningkatkan akurasi dan efisiensi survei. Pengukuran triangulasi geometri juga terbilang ideal untuk kartografi dan pengembangan pengetahuan yang berhubungan dengan lempeng tektonik dan geofisika karena dapat dihubungkan dengan sistem geodetik.

 C.   Tujuan Survei Topografi Triangulasi

Survei ini bertujuan untuk:

  1. Menyediakan sejumlah stasiun horizontal maupun verikal yang sesuai posisi relatif dan absolutnya secara akurat. Jadi, bisa melakukan survei teknik pada lokasi yang lebih rinci melalui stasiun-stasiun ini.
  2. Menetapkan kontrol yang akurat untuk melakukan survei bidang, geodetik, hingga fotogrametri di area yang luas.
  3. Membantu menentukan ukuran dan bentuk bumi dengan melakukan pengamatan pada lintang, bujur, dan gravitasi.
  4. Menentukan lokasi titik yang akurat dalam pekerjaan teknik, seperti memperbaiki garis tengah, abutmen, titik terminal, poros, memindahkan titik kontrol, mendeteksi pergeseran kerak bumi, hingga menemukan arah gerak awan.

D.   Klasifikasi Survei Topografi Triangulasi

Berdasarkan kualitas, akurasi, dan tujuannya, triangulasi diklasifikasikan ke dalam tiga kategori utama, yaitu:

 1. Triangulasi Primer (Triangulasi Orde Pertama)

Berguna untuk tugas-tugas yang membutuhkan tingkat presisi tinggi karena terbilang paling akurat dan menghasilkan kualitas yang tinggi. Misalnya, menentukan bentuk dan ukuran bumi, batas negara, atau menetapkan titik kontrol pada area proyek yang luas, sehingga dapat membentuk fondasi untuk menghubungkan titik-titik survei yang lebih kecil dan kurang akurat.

Jarak antar stasiun pada triangulasi primer biasanya berkisar antara 16 dan 150 km, tergantung pada medan dan cakupan proyek. Untuk memastikan hasil pengukuran akurat, triangulasi primer perlu dilakukan dengan hati-hati dan kecermatan dalam mengamati pengukuran linear, sudut, astronomi, serta perlu adanya prosedur pemeriksaan menggunakan instrumen berteknologi tinggi agar hasil perhitungan tidak salah.

2. Triangulasi Sekunder (Triangulasi Orde Kedua)

Meskipun memiliki tingkat presisi yang sedikit lebih rendah daripada triangulasi primer, akan tetapi hasilnya masih terbilang sangat akurat untuk melengkapi celah antara stasiun primer. Jadi, tidak heran bila triangulasi sekunder mampu memperluas jaringan triangulasi primer atau menggantikannya pada area tertentu. Khususnya untuk menyediakan sistem kontrol yang bersifat regional, seperti perencanaan kota, proyek pembangunan, dan infrastruktur. Adapun jarak stasiun triangulasi sekunder biasanya antara 10 dan 25 km.

3. Triangulasi Tersier (Triangulasi Orde Ketiga)

Triangulasi tersier terbilang paling tidak presisi dan kurang akurat daripada triangulasi lain, sehingga biasanya berguna untuk survei lokal berskala kecil. Jarak antar stasiunnya kebanyakan kurang dari 10 km.

Triangulasi tersier memberikan titik kontrol antara stasiun primer dan sekunder. Hal ini untuk memastikan dapat dilakukannya survei di area yang lebih kecil dengan akurasi yang tepat. Karena itulah, triangulasi ini masih tetap perlu digunakan untuk konstruksi, pemetaan topografi, dan proyek rekayasa skala kecil.

 E.   Tata Letak Survei Topografi Triangulasi

Susunan segitiga dalam sistem triangulasi disebut tata letak triangulasi. Tata letak triangulasi dapat diklasifikasikan ke dalam konfigurasi yang berbeda, menyesuaikan medan dan kebutuhan tingkat akurasi. Setiap konfigurasi ini memiliki tujuan, kelebihan, serta kekurangannya masing-masing. Berikut jenis-jenis tata letak triangulasi secara umum:

 1.   Segitiga Sederhana dalam Rantai

Tata letak ini menggunakan susunan rangkaian segitiga sederhana dalam rantai yang berfungsi untuk membuat titik kontrol di jalur medan yang kecil, seperti lembah di antara punggung bukit. Karena cukup sederhana dan hanya membutuhkan pengamatan empat stasiun, maka tata letak ini terbilang cepat, ekonomis, dan mudah karena tidak melibatkan pengukuran diagonal yang panjang.

Sayangnya, karena hanya mengandalkan pengukuran satu rute untuk menghitung jarak, tata letak ini rentan menimbulkan kesalahan yang terkumpul dalam jarak jauh. Hal ini karena tidak adanya metode bawaan untuk memeriksa keakuratan pengukuran. Oleh sebab itu, perlu adanya garis dasar pemeriksaan dan sering melakukan pengamatan astronomi untuk azimuth.  Pemeriksaan ini akan membantu mengendalikan kesalahan dan memastikan hasil triangulasi tetap akurat.

2.   Segiempat Berpaku

Segiempat berpaku merupakan salah satu bentuk triangulasi yang paling andal dan akurat. Tata letak jenis ini cocok untuk survei kontrol geodetik yang memerlukan tingkat presisi tinggi. Dalam tata letak segiempat berpaku, perlu dilakukan pengamatan pada diagonal-diagonal segitiga yang disusun membentuk segiempat. Di mana pada sudut-sudut gambar diposisikan empat stasiun yang setiap diagonalnya diukur untuk memberikan pengamatan tambahan. Dengan menyertakan diagonal-diagonal ini, maka memungkinkan perhitungan panjang sisi dari berbagai sudut dan kombinasi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan akurasi pengukuran.

Banyak orang yang menggunakan tata letak jenis ini karena memberikan pemeriksaan pada sudut dan panjang sisi untuk memastikan hasil yang konsisten dan andal. Tata letak segiempat berpaku ini juga memungkinkan surveyor untuk memverifikasi akurasi pengamatan secara terus-menerus.

 3.   Segitiga dan Poligon Berpusat

Tata letak terakhir adalah tata letak segitiga dan poligon terpusat yang biasanya berfungsi untuk menyurvei area yang luas, khususnya area dengan dimensi yang meluas ke berbagai arah. Tata letak ini memiliki poligon dan segitiga dengan stasiun pusat yang berguna untuk meningkatkan kontrol di area yang luas. Poligon ini dapat terbentuk dengan berbagai macam variasi, tetapi biasanya berbentuk segi empat, pentagon, atau segi enam, dengan satu stasiun pusat.

Tata letak ini terbilang kuat untuk pemeriksaan dan pengendali kesalahan karena adanya pengukuran dari berbagai arah menuju stasiun pusat, sehingga memiliki tingkat akurasi tinggi. Jadi, tata letak segitiga dan poligon berpusat ini cocok untuk area yang luas dan kompleks serta memerlukan banyak titik referensi.

Namun, tata letak segitiga dan poligon berpusat ini terbilang membutuhkan upaya lebih banyak serta waktu lebih lama untuk memberikan hasil yang akurat dan kontrol yang baik. Hal ini karena perlu menyiapkan instrumen di beberapa stasiun dan membutuhkan jumlah pengamatan yang lebih banyak.

Nah,  bila Anda ingin membangun gedung bertingkat atau lainnya dan memerlukan jasa survei topografi, percayakan saja pada ahlinya! Marigo Jaya Perkasa akan siap membantu Anda dan menghasilkan peta topografi yang akurat!

Klik tombol WhatsApp sekarang!

Oleh: Rastianta Rinandani dan Glen Stevano Tanihatu

Sumber: